Ikhlas dan Ittiba’ Syarat Ibadah Diterima, Begini Penjelasannya
BaBerk News -- Ibadah tidak akan diterima oleh Allah SWT apabila tidak memenuhi dua syarat tersebut. Keduanya adalah Ikhlas (murni karena Allah) dan Ittiba’ (sesuai yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).
1. Ikhlas
Prinsip ikhlas merupakan konsekuensi dari syahadat “Laa ilaaha illallaah” (Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata).
Sedangkan prinsip ittiba’ adalah konsekuensi dari syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluh” (Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya).
Allah Ta’ala berfirman, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Al Mulk: 2)
Menurut al-Fudhail bin ‘Iyadh, yang dimaksud paling baik amalnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Lalu, dia ditanya yang manakah yang dimaksud paling ikhlas dan paling benar itu?
Al-Fudhail menjawab, “Sesungguhnya, jika suatu amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar, maka amal itu tidak akan diterima. Demikian pula apabila dilakukan dengan benar, namun tidak ikhlas, maka ini pun tidak akan diterima.”
Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, “Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (QS Al Kahfi: 110).
Pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan.” (QS An Nisaa’: 125).
Orang yang beribadah karena mengejar kehidupan dunia, maka Allah Ta’ala akan memberikannya, tetapi orang tersebut merugi di akhirat sebagaimana firman Allah Ta’ala berikut ini:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka.” (QS Hud: 15-16).
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yanag beterbangan.” (QS A Furqaan: 23).
2. Ittiba’
Seorang muslim wajib ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan menempuh jalan yang beliau tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan. Begitu banyak ayat Alquran yang memerintahkan setiap muslim agar selalu ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir'” (QS Ali lmran: 32).
Pada ayat lain, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al-Hujurat: 1).
Selanjutnya, “Hal orang-arang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah Ia kepoda Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59).
Lalu, “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintal Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. ‘Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”” (QS Ali lmran: 31)
Ancaman Allah Ta’ala sangat mengerikan terhadap orang-orang yang tidak mengikuti Rasul sebagaimana dalam firmannya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahanam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS An-Nisa’: 115).
0 comments:
Post a Comment